Renungkan…
● Aku melihat hidup orang lain begitu nikmat, ternyata ia hanya menutupi kekurangannya tanpa berkeluh kesah.
● Aku melihat hidup teman2ku tak ada duka dan kepedihan, ternyata mereka hanya pandai menutupi dengan mensyukuri.
● Aku melihat hidup saudaraku tenang tanpa ujian, ternyata ia begitu menikmati badai ujian dalam kehidupannya.
● Aku melihat hidup sahabatku begitu sempurna, ternyata ia hanya berbahagia “menjadi apa adanya”.
● Aku melihat hidup tetanggaku beruntung, ternyata ia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung.
● Maka aku merasa tidak perlu iri hati dengan rejeki orang lain.
● Mungkin aku tak tahu dimana rejekiku, tapi rejekiku tahu dimana diriku,
Dari lautan biru, bumi dan gunung, Tuhan telah memerintahkannya menuju kepadaku.
● Tuhan Yang Maha Pengasih menjamin rejekiku, sejak 9 bulan 10 hari aku dalam kandungan ibuku.
● Amatlah keliru bila berkeyakinan rejeki dimaknai dari hasil bekerja, karena bekerja adalah ibadah, sedang rejeki itu urusan-Nya.
● Melalaikan kebenaran demi mengkhawatirkan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda.
● Manusia membanting tulang, demi angka simpanan gaji yang mungkin esok akan ditinggal mati.
● Manusia lupa bahwa hakekat rejeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya.
● Rejeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Sang Pencipta menaruh berkat sekehendak-Nya.
● Ikhtiar itu perbuatan… rejeki itu kejutan.
● Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rejeki kelak akan ditanya. “Darimana dan digunakan untuk apa” karena rejeki hanyalah “Hak Pakai”, bukan “Hak Milik”.
● Jangan lupa membagi rejeki pada orang lain.